Keseharian Fony sebagai ibu rumah tangga akan segera berakhir. Hal itu berawal dari sakit flu yang dialaminya.
"Tepatnya pada tanggal 16 Mei tahun 2007, pagi hari itu istri saya merasakan sakit pada kaki-kakinya," ujar Stevanus, membuka kisahnya mengenai kasus penyakit langka yang dialami Fony, istrinya.
Hari itu Fony merintih kesakitan di atas tempat tidur. Fony benar-benar merasa tubuhnya sangat lemah. Rasa sakit yang dialaminya terasa semakin parah. Stevanus sempat bingung dan panik melihat keadaan istrinya.
Melihat keadaan ibunya yang sangat kesakitan, tanpa diketahui oleh ayahnya, Vincent, anak Fony, berlari memanggil Om Ming Tuan, tetangga mereka. Dengan polosnya Vincent meminta Om Ming Tuan mendoakan ibunya yang tampak sedang sekarat. Mendengar saran dari tetangganya, Stevanus membawa Fony ke rumah sakit untuk diperiksa.
Di bagian internis, dari hasil pemeriksaan darah, diagnosa awalnya Fony diduga menderita penyakit kuning. Sewaktu sadar, Fony menyadari tubuhnya banyak mengeluarkan cairan dari mulut dan hidungnya. Sedikit posisi salah saat tidur pun bisa membuat Fony muntah dan akhirnya pingsan sampai keesokan harinya.
Karena sakit yang dialami Fony tidak ditemukan penyebabnya, dokter menyarankan agar Fony dirawat untuk diobservasi. Selama di ruang perawatan, Fony merasakan kesakitan yang luar biasa pada kakinya. Mulai dari kaki kanan terus menjalar ke atas. Obat yang diberikan dokter dan perawat untuk menahan rasa nyeri tidak membuat penyakit Fony semakin baik tapi bertambah parah. Tidak tahan melihat keadaan istrinya, Stevanus berkeras ingin menemui dokter menanyakan kepastian mengenai penyakit istrinya. Dari dokter itulah Stevanus akhirnya mengetahui kalau Fony terkena penyakit GBS, penyakit langka. Dokter pun menyarankan tindakan operasi sesegera mungkin.
Stevanus menantikan dengan cemas waktu pelaksanaan dilakukannya tindakan operasi terhadap istrinya. Namun sampai lima hari berlalu, belum ada tindakan apapun yang dilakukan oleh tim dokter dan penyakit Fony semakin parah. Kondisi Fony semakin merosot, tidak ada harapan untuk dapat tertolong.
Dengan harapan yang begitu tipis, Stevanus memindahkan Fony ke rumah sakit lain di Lippo Karawaci untuk mendapatkan penanganan lain yang lebih serius. Dari hasil pemeriksaan, paru-paru Fony telah dipenuhi banyak cairan dahak sampai pada satu kondisi yang membuat Fony tidak dapat bernafas lagi. Bila tidak segera ditolong, kondisi ini dapat menyebabkan kematian karena pasien menderita sesak nafas yang parah.
Selama dirawat, Fony sering melihat orang-orang yang dirawat di sekitarnya banyak yang meninggal. Sehingga Fony melihat bagi orang-orang di sekitarnya, meninggal adalah suatu hal yang biasa. Saat malam tiba dan Fony melihat ke jendela, Fony seperti melihat bayangan hitam seperti persegi panjang berjalan mondar-mandir melewati pasien-pasien lain di sekitarnya. Silih berganti, pasien-pasien di ICU meninggal dunia. Akankah malaikat maut menjemput Fony juga?
Stevanus benar-benar merasakan suatu beban yang sangat berat. Kalut, panik, stress, bingung, ketakutan bercampur aduk menjadi satu. Di kantor Stevanus tidak dapat bekerja dengan tenang. Karena Stevanus harus melihat penderitaan yang begitu luar biasa dari istrinya. Jadi kalau Fony sakit, Stevanus pun merasakan suatu kesakitan. Stevanus benar-benar merasa tertekan.
Dalam keadaan yang begitu menghimpit hidupnya, Stevanus menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Suatu hari Stevanus menelepon suatu layanan doa pada sebuah siaran radio dan didoakan. Pada saat itu, ada seseorang yang juga sedang mendengarkan siaran radio yang sama mendengar masalah dari Stevanus. Dan keesokan harinya, orang tersebut mendatangi rumah sakit di mana istri Stevanus dirawat. Orang tersebut memperkenalkan dirinya sebagai Benny. Dia adalah pendengar setia dari layanan doa radio tersebut. Dan Benny juga mengatakan kalau ia biasanya mendoakan orang-orang yang sakit.
Pada waktu Beny datang pertama kali, secara manusia Fony tidak respek akan kehadiran Benny karena penampilannya yang begitu low profile, tidak menunjukkan seorang hamba Tuhan yang berpenampilan rapi. Saat didoakan pun Fony tidak tahu apa yang sebenarnya sedang Benny doakan.
Meskipun Fony kurang menghargai hamba Tuhan tersebut, tanpa disadarinya pagi itu Tuhan menyatakan kuasanya. Keesokan harinya Fony merasakan perubahan yang sangat besar. Fony merasa seperti memiliki tubuh yang baru. Ia bisa duduk dan sepertinya tidak merasakan sakit apapun. Sejak saat itu Fony merasakan perubahan yang luar biasa. Hanya dalam 14 hari, Fony sudah diperbolehkan pulang.
Saat ini Fony sudah dapat melakukan pekerjaan rumah tangga dan kembali bercengkerama dengan keluarga.
"Dengan kesembuhan saya ini, saya merasakan bahwa Yesus itu sangat luar biasa karena saya sudah disembuhkan dengan sempurna. Tuhan mengasihi saya, menyembuhkan saya secara total dan ini semua karena kebaikan Tuhan," ujar Fony.
"Saya tidak salah memilih Yesus sebagai Tuhan saya. Karena ia telah memberikan kepada saya begitu banyak pertolongan. Tuhanlah yang the best," ujar Stevanus menambahkan kesaksian istrinya.
Rancangan Tuhan bukan rancangan kecelakaan, tapi damai sejahtera yang memberikan hari esok yang penuh harapan. (Kisah ini telah ditayangkan 17 Desember 2007 dalam acara Solusi di SCTV)
Sumber Kesaksian :Fony